Selasa, 07 Juni 2011

Special Play Time II — Apa Yang Harus Dilakukan Orang Tua Selama Special Play Time?

BAGIAN II


Apa Yang  Harus Dilakukan Orang Tua Selama Special Play Time?

Selama Special Play Time, anak akan memilih dan menentukan permainan. Hal terpenting yang harus kita lakukan adalah MENDENGARKAN dan MENGAMATI anak. Dengan melakukan ini, kita akan memahami sebagian atau sepenuhnya perasaan yang diekspresikan anak selama bermain.
Ini bukan berarti kita hanya duduk diam dan memandangi anak bermain. Hal utama yang harus kita lakukan adalah:
  • Mendeskripsikan dengan jelas apa yang dilakukan anak, dan
  • Mengidentifikasi serta menyatakan perasaan apa yang anak coba mengekspresikan, baik secara langsung atau melalui apa yang dia lakukan dengan mainannya.
Perasaan yang umum diekspresikan anak selama bermain adalah senang, bersemangat (excited), tertarik, kekonyolan, frustrasi, kemarahan, kesedihan, kebingungan, ketakukan, dan terkejut. Amati wajah dan bahasa tubuh anak untuk memahami perasaan-perasaan ini.
Dengan melakukan dua hal di atas, kita menyatakan pada anak bahwa kita tertarik dan menghargai apa yang ia katakan dan lakukan.

Mendeskripsikan Apa yang Dilakukan Anak

Contoh hal-hal yang bisa dikatakan:
  • “Wah, kamu lagi menggambar muka senyum ya.”
  • “Oo, dua itu kamu gabungkan jadi satu.”
  • “Nah, sekarang kamu mau pakai kotak itu.”
  • “Itu Si Bob mau naik mobil ya?”
  • “Loh, kok Thomas-nya bobok?”
  • “Wah, kamu bikin menara tinggi.”
  • “Sekarang kamu jadi dokternya.”
  • “Beruang bisa menari ya.”
  • “Mangkoknya diisi sampai penuh ya.”
  • “Wah, berjejer-jejer semua rapi.”
  • “Wah, mobil merahnya nabrak yang hijau...”
  • “Keras sekali suaranya ya.”
  • “Potongan yang ini mau dipasang di situ ya.”

Mengidentifikasi Perasaan Anak
Perhatikan wajah dan bahasa tubuh anak dan nyatakan perasaan dan keinginannya.

Contoh hal-hal yang diekspresikan secara langsung:
  • “Kamu suka sekali main itu.”
  • “Kamu senang kalau Bob nya naik mobil ya.”
  • “Enak ya belai-belai kepala si beruang.”
  • “Wah, kamu kaget ya?”
  • “Duh, susah ya kok potongan yang itu nggak bisa masuk sih?”
  • “Senang ya pakai topi itu?”
  • “Wah, sedih ya menaranya roboh...”

Contoh hal-hal yang diekspresikan melalui mainan:
  • “Si Beruang lagi ngantuk ya?”
  • “Kucing kecilnya takut ya sama harimau besar.”
  • “Bob sedih ya karena temannya sakit?”
  • “Teddy senang ya bermain bersama teman-teman.”

Jika Diajak, Ikutlah Bermain

TUNGGU sampai anak mengajak kita bermain. Contohnya, anak berkata “Papa jadi Bob nya.” Atau “Mama gambar rumah di sini.” Setelah diajak, bergabunglah dan bermainlah sesuai apa yang diminta anak. Berikut ini beberapa contoh respon terhadap ajakan bermain:
“Kamu mau Mama gunting gambar ini.”
“Oo jadi Papa gambar pohon di sebelah sini ya.”
“Kamu mau Mama pasangkan itu?”
“Kamu mau Mama pakai topeng ini.”
“Kamu mau saya jadi dokternya dan periksa perutmu.”
“Oke, sekarang ceritanya saya pergi ke toko untuk belanja.”
“Kamu mau saya juga buat menara tinggi seperti kamu.”

Jika Anak Bertanya

Jika anak bertanya, “Bagaimana caranya?” atau “Ini apa?” kita bisa mendorong kemandiriannya dengan melakukan hal di bawah ini:
  1. Mengulang Keingintahuannya:
    “Kamu ingin tahu apa gunanya itu.”
    “Kamu bingung ya itu apa.”
  2. Biarkan Anak Memutuskan Sendiri:
    “Terserah kamu, itu mau dipasang di mana.”
    “Pakai saja sesukamu.”
  3. Beri Jawaban Sederhana Jika Anak Benar-Benar Kesulitan:
    “Itu bisa dipakai jadi meja, bisa jadi kursi, tapi terserah kamu mau dijadikan apa.”
Berikan Dukungan Positif kepada Anak
  • “Waah, kamu bisa membuat itu berputar.”
  • “Serius sekali ya bikin rumahnya.”
  • “Hore, kamu sudah bisa!”
  • “Oo, saya tahu kamu mau bikin apa.”
  • “Agak susah ya, tapi kamu bisa kok.”
  • “Ayo, tinggal sedikit lagi selesai tuh.”

Berikan Batasan pada Anak

Adakah hal-hal yang TIDAK BOLEH dilakukan anak selama Special Play Time? 
Ada. 

Di antaranya: 
(a) tidak boleh menyakiti diri sendiri dan orang lain, 
(b) tidak boleh merusak sesuatu, dan 
(c) aturan batas waktu. 

Kita tidak membiarkan anak melakukan hal-hal berbahaya yang dapat melukai dirinya sendiri atau orang lain. Kita juga tidak membiarkan anak melakukan hal-hal yang sifatnya merusak, baik mainannya maupun perabot lain. 


Aturan batas waktu juga penting. Seringkali, anak sangat senang dengan Special Play Time, mereka tidak mau mengakhirinya. Cara terbaik adalah berpegang pada batas waktu 30-menit yang telah ditentukan, walaupun anak protes. Kita bisa memberi tahu anak kapan waktu bermain selesai pada saat kurang 5 menit, atau 1 menit. Pada akhir waktu 30-menit ini, kita bisa mengingatkan anak, kapan kita akan menyediakan waktu bermain khusus yang berikutnya.


Kita juga bisa mengatur batasan untuk hal-hal yang tak nyaman, seperti tidak membiarkan anak bermain dengan kaca mata kita, atau mencoret-coret di tangan kita. Orang tua perlu memikirkan sejak awal, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan anak pada saat SPT, sehingga kita lebih siap. Namun, perlu diingat bahwa batasan-batasan ini sifatnya harus SEMINIMAL mungkin, agar saat bermain tidak terganggu oleh konflik orang tua dan anak gara-gara terlalu banyak aturan.


Cara terbaik membuat aturan adalah dengan 3 langkah. Langkah 1, menyebut peraturannya, dilakukan ketika peraturan itu dilanggar (atau hampir) untuk pertama kalinya:


(1) Sebutkan Peraturannya:
  • “Rak Buku tidak untuk dipanjat.”
  • “Tidak boleh memukul.”
  • “Aduh, sakit dong kalau ditusuk dengan pedang-pedangan. Ingat, kalau bermain pedang-perangan tidak boleh sakit sungguhan. Kan cuma  bermain.”
  • “Jangan tendang. Sakit.”
  • “Dinding tidak untuk digambari.”
  • “Mobil Bob tidak boleh dilempar; kalau mau lempar, lempar bola kecil ini saja.”
Jika aturan dilanggar untuk kedua kalinya, masuklah ke Langkah 2, mengatur konsekuensi. Konsekuensi untuk Special Play Time biasanya dengan cara mengambil satu mainan yang menjadi sumber masalah, atau dengan mengakhiri SPT untuk hari itu.


 (2) Menentukan Konsekuensi (Memberikan Peringatan): 
  • “Ingat kan, rak buku tidak untuk dipanjat. Kalau dipanjat lagi, waktu mainnya udahan aja.”
  • “Kalau kamu pukul mama lagi, mama nggak mau mainan lagi hari ini.”
  • “Aduh, kalau kamu tusuk pedang lagi, pedangnya disimpan saja.”
  • “Janjinya kan tidak mencoret-coret tembok. Kalau coret-coret tembok lagi, crayonnya Mama ambil saja.”
  • “Tadi Mama bilang apa? Mobil Bob tidak boleh dilempar. Kalau dilempar sekali lagi, dibuang saja sekalian.” 
Jika aturan dilanggar lagi, lanjutkan ke Langkah 3, yaitu menerapkan konsekuensi.


(3) Menerapkan Konsekuensi:
  • “Ingat tadi janjinya tidak memanjat rak buku. Karena kamu panjat rak buku lagi, ya sudah kita nggak usah mainan lagi hari ini. Kita main lagi hari Kamis saja.”
  • “Tadi Mama bilang kalau kamu pukul lagi, Mama nggak mau main. Karena kamu pukul Mama lagi, ya sudah, mainannya udahan saja sekarang.”
  • “Ingat tadi Mama bilang kalau coret-coret tembok lagi, crayonnya Mama ambil. Karena kamu coret-coret tembok lagi, crayonnya Mama ambil sekarang. Lain kali saja kalau kita main lagi, kamu boleh pakai crayon lagi.” 
  • “Tadi Mama bilang kalau mobil Bob dilempar, dibuang saja sekalian. Karena kamu lempar lagi, mobil Bob nya Mama ambil sekarang.”
 
Artikel Terkait: